Analogi Celup
9:44 PM
Pernah tahu proses kain batik celup? Kain putih polos tanpa motif, kemudian kain diikat dengan karet gelang atau tali rafia, selanjutnya dicelup pada pewarna kain. Semacam itu lah proses kain batik celup.
Kita, atau entah aku saja, asumsikan lah sebagai kain batik celup. Awalnya kita seperti kain, tidak memiliki isi, tidak memiliki pola, polos dan kosong. Lalu kita terikat, pada hal yang sebut saja bahagia yang majemuk; sebagai kata dengan makna yang tidak memiliki ketakterluasan dan ketakterbalikan, kemudian kita masuk ke dimensi warna sebagai persona orang-orang disekitar kita. Akhirnya kita pun berpola, bercorak, dan memiliki suatu absurditas yang menempel dari segala persona manusia-manusia yang kita temui, kita dekati, bahkan kita beri hati. Ikatan, yang kemudian menggiring kita pada pengkotakan persona, penyerapan pandangan yang lebih dalam, mengikat lebih dalam relung sensitifitas.
Kita, atau entah aku saja, pada akhirnya selalu dapat menentukan, dimensi warna siapa yang akan melekat pada kita. Warna apa, yang akan meninggalkan bekas dalam diri kita. Keyakinanku, siapapun yang pernah berjarak minimal satu centi saja dengan kita dalam kurun waktu lama, setidaknya memberi kesan. Memberi kenangan.
Kita, atau entah aku saja, pada akhirnya selalu dapat menentukan, dimensi warna siapa yang akan melekat pada kita. Warna apa, yang akan meninggalkan bekas dalam diri kita. Keyakinanku, siapapun yang pernah berjarak minimal satu centi saja dengan kita dalam kurun waktu lama, setidaknya memberi kesan. Memberi kenangan.
2 komentar
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
ReplyDeleteKalau aku hidup dengan analogi sebuah buku, kita lahir sebagai buku kosong, seberapa bagus isi dan tebal buku tersebut tergantung kita yang menulisnya.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Haha aku suka analogi tentang buku. Apapun mengenai buku selalu menarik. Tapi aku kurang paham maksud dari 'tergantung kita yang menulisnya'. Apa maksudnya dari hati atau tidak begitu?
Delete